“Keadaan paling dekat seorang hamba dari rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyak doa (di dalamnya).” (HR. Muslim)
Home » » Keutamaan Hari Jumat

Keutamaan Hari Jumat



1. Hari paling utama di dunia


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقَوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَة .
“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum’at; pada hari ini Adam q diciptakan, pada hari ini (Adam Alaihissalam) dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari ini pula ia dikeluarkan dari surga. Dan tidaklah kiamat akan terjadi kecuali pada hari ini.
[HR Muslim, no. 854]
Dalam riwayat Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu dengan lafal:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ قُبِضَ، وَفِيْهِ النَّفْخَةُ، وَفِيْهِ الصَّعِقَةُ …….
“Sesungguhnya seutama-utama hari kalian adalah hari Jum’at ; pada hari ini Adam Alaihissalam diciptakan, pada hari ini pula ia dimatikan, pada hari ini ditiupkan sangkakala (tanda kiamat), dan pada hari ini pula hari kebangkitan”
[HR Abu Dawud, no. 1047; An Nasa’I, no. 1374 dan Ibnu Majah, no. 1085]

2. Shalat paling utama disisi Allah adalah shalat shubuh di hari jum’at dengan berjama’ah
إن أفضل الصلاة عند الله صلاة الصبح يوم الجمعة في جماعة.
“Sesungguhnya seafdhal-afdhal shalat disisi Allah, adalah shalat shubuh di hari jum’at dengan berjama’ah”
(HR Abu Nu’aym, dishahihkan al Albani rahimahullah dalam Silsilatul Ahaadits Shahiihah, no.1566 (4/91) dan Shahiih Jaami’ ash-Shaghir no.1999.)
3. Waktu yang mustajab untuk berdo’a ada pada hari jum’at
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّيْ يَسْأَلُ اللهَ خَيْراً إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، قَالَ: وَهِيَ سَاعَةٌ خَفِيْفَةٌ.
Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.”
Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu.
(HR. Bukhari Muslim)
Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:
a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at
Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya,
Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?
Lalu Abu Burdah mengatakan,
“Aku mendengar Rasulullah bersabda,
Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.’”
(HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.
b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لاَ يُوْجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئاً إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ، فَالْتَمِسُوْهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ.
Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.
(HR. Abu Dawud)
Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa,
Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”
4. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya
Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
:


“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.”
(HR. Bukhari)
Adab hari jum’at sesuai sunnah Råsulullåh (ﷺ)
Berikut ini beberapa adab yang harus diperhatikan bagi setiap muslim yang ingin menghidupkan syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat.
1. Memperbanyak Sholawat Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku
Para sahabat berkata:
Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?
Nabi bersabda:
Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”
(Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)

2. Mandi Jumat
Mandi jum’at adalah termasuk sesuatu yang disyari’atkan, dan memiliki keutamaan yang besar.
Dari Abu Dzarr, dari Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ غُسْلَهُ وَ تَطَهَّرَ فَأَحْسَنَ طَهُوْرَهُ وَ لَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ وَ مَسَّ مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ مِنْ طِيْبِ أَهْلِهِ ثُمَّ أَتَى اْلجُمُعَةَ وَ لَمْ يَلْغُ وَ لَمْ يُفَرِّقْ بَيْنَ اثْنَيْنِ غُفِرَ لَهُ مِنْ بَيْنِهِ وَ بَيْنَ اْلجُمُعَةِ اْلأُخْرَى
“Barangsiapa MANDI pada hari jum’at lalu ia membaguskan mandinya, bersuci lalu ia membaguskan bersucinya, memakai dari pakaian yang terbagusnya, menggunakan wewangian keluarganya yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya. Kemudian ia mendatangi jum’at, tidak berbicara dan tidak pula memisahkan antara dua orang (yang sedang duduk) maka diampuni baginya (dosa-dosanya) antaranya dan antara jum’at berikutnya”.
[Hadits Hasan, diriwayatkan Ibnu Majah, dihasankan Syaikh al Albaaniy].

3. Menggunakan Pakaian Terbagus dan Minyak Wangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاسْتَاكَ وَمَسّ مِنْ طِيبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ ثُمَّ خَرَجَ حَتَّى يَأْتِيَ الْمَسْجِدَ فَلَمْ يَتَخَطَّ رِقَابَ النَّاسِ ثُمَّ رَكَعَ مَا شَاءَ أَنْ يَرْكَعَ ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ فَلَمْ يَتَكَلَّمْ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الَّتِي قَبْلَهَا
“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at, memakai pakaiannya yang terbagus dan memakai wewangian jika punya, kemudian mendatangi (shalat) Jum’at tanpa melangkahi orang-orang (yang sedang duduk), kemudian shalat (sunnah mutlak) sekuat kemampuan (yang Allah berikan padanya), kemudian diam seksama apabila imamnya datang (untuk berkhuthbah) sampai selesai shalatnya, maka itu menjadi penghapus dosa-dosa antara hari Jum’at tersebut dengan Jum’at yang sebelumnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian Abu Hurrayrah berkata:
“Dan itu masih ditambah dengan tiga hari, sesungguhnya Allah membalas satu kebaikan dengan sepuluh kebaikan yang semisal.”
4. Bersiwak
Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya membuat Bab khusus tentangditekankannya bersiwak pada hari Jum’at yaitu dalam dalam Kitabul Jumu’ati Bab Ath-Thibbi Lil Jumu’ati, no. 880 dan Bab As-Siwaki Yaumul Jumu’ati, no.hadits 887, 888, dan 889.
5. Berjalan kaki ke masjid, kecuali jika ada hajat
Dari Aus bin Aus, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
من اغتسل يوم الجمعة وغسَّل، وغدا وابتكر، ومشى ثم لم يركب، ودنا من الإمام، وأنصت ولم يلغ : كان له بكل خطوة عمل سنة صيامها وقيامها
“Barangsiapa yang mandi dan keramas pada hari Jum’at, bersegera pergi (menuju masjid) dengan berjalan kaki tanpa berkendaraan, mendekat kepada imam, diam dan tidak berkata-kata sia-sia : maka baginya pada setiap langkahnya itu pahala amal setahun, (yaitu) puasa dan shalat malamnya”.
[Shahih; diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 496, An-Nasa’iy (3/95), Abu Dawud no. 345, dan Ibnu Majah no. 1087; terdapat dalam shahiihul jaami' no. 6405]
*untuk pertimbangan pengamalan hadits ini, semoga artikel berikut bermanfaat: “Panduan dalam memilih masjid
Dari ‘Ubaayah bin Rifaa’ah, ia berkata : “Abu ‘Absin pernah mendapatiku ketika aku hendak pergi menuju shalat Jum’at. Maka ia berkata : “Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
‘Barangsiapa yang kakinya berdebu di jalan Allah, niscaya Allah akan haramkan baginya api neraka”
[Shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 907]

7. Shalat sunnah tahiyatul masjid
Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
Jika seorang dari kalian masuk masjid, maka shalatlah dua raka’at sebelum ia duduk.
(Bukhåriy-Muslim)
Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيْهِمَا.
Jika seorang dari kalian datang (untuk) pada hari Jum’at sementara imam sedang berkhuthbah, maka shalatlah dua raka’at, dan ringankanlah shalatnya tersebut.
(Bukhåriy-Muslim)

8. Tidak ada qabliyah jum’at
Syaikh Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. berkata:
“Di antara kaum muslimin ada yang setelah mendengar adzan pertama, langsung berdiri dan mengerjakan shalat dua rakaat sebagai shalat sunnah Qabliyah Jum’at.
Dalam hal ini perlu saya katakan, saudaraku yang mulia, shalat Jum’at itu tidak memiliki shalat sunnah Qabliyah, tetapi yang ada adalah shalat Ba’diyah Jum’at.”
(kemudian beliau mengutip perkataaan Syaikh al-Albaniy):
Al-Albani rahimahullah mengatakan:
“Semua hadits yang diriwayatkan berkenaan dengan shalat sunnah Qabliyah Jum’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak ada yang shahih sama sekali, yang sebagian lebih dha’if dari sebagian yang lain” [Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 232)]
[Disalin ALMANHAJ dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab “75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah.” Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at; Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

9. Diam ketika mendengarkan khutbah (tidak berbicara dan tidak berbuat sia-sia)
Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda, yang artinya
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ فَقَدْ لَغَوْتَ
Jika kamu berkata kepada temanmu “diam” ketika imam berkhutbah, maka kamu telah berbuat sia-sia (yakni rusak pahala Jum’atnya).”
(HR. Bukhåriy-Muslim)
Dari Jabir bin ‘Abdullah, Dia berkata,
‘Abdullah bin Mas’ud pernah memasuki masjid ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah berkhutbah. Lalu ia duduk di samping Ubay bin Ka’ab. Kemudian dia bertanya kepada Ubay tentang sesuatu atau mengajaknya berbicara tentang sesuatu, tetapi Ubay tidak menjawabnya. Ibnu Mas’ud mengira Ubay marah.
Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai menunaikan shalatnya, Ibnu Mas’ud berkata,
Wahai Ubay, apa yang menghalangimu untuk memberi jawaban kepadaku?
Dia menjawab, “Sesungguhnya engkau tidak menghadiri shalat Jum’at bersama kami.”
Memangnya kenapa?”, tanya Ibnu Mas’ud.
Ubay menjawab, “Engkau telah berbicara sementara Nabi tengah berkhutbah.”
Maka Ibnu Mas’ud berdiri dan masuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menceritakan hal tersebut kepada beliau, maka beliau pun bersabda, “Ubay benar, Ubay benar, taatilah Ubay.”
(Hasan, HR. Abu Ya’la)
Råsulullah shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda,
وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
Barangsiapa yang memegang batu kerikil berarti dia telah lengah (berbuat sia-sia)
(HR. Muslim)
Perbuatan sia-sia disini bermakna umum, tidak hanya khusus bermain-main dengan kerikil saja. Syaikh Wahid bin ‘Abdis Salam Baali bahkan mengatakan bahwa banyak kaum muslimin perbuatan sia-sia pada saat khutbah, seperti bersiwak dan bersalaman dengan orang disebelahnya (baca: almanhaj.or.id)
10.  Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari – rahimahullah – (no. 1165) dan Muslim – rahimahullah (no. 729) dari hadits Ibnu ’Umar radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata :
“Aku pernah melaksanakan shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dua raka’at sebelum shalat Dhuhur, dua raka’at setelah shalat Dhuhur, dua raka’at setelah shalat Jum’at, dua raka’at setelah shalat Maghrib, dan dua raka’at setelah shalat ‘Isya’”.
Diriwayatkan oleh Muslim (no. 882)
ari hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إذا صلى أحدكم الْجُمعة؛ فليصل بعدها أربعًا
Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka sholatlah empat rakaat.”
Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata,
Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.”
(HR. Muslim, Tirmidzi)
Diriwayatkan oleh Muslim (no. 882) dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa :
“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melaksanakan shalat (sunnah) setelah shalat Jum’at hingga ia beranjak dari tempatnya. Maka beliau melaksanakan shalat (sunnah) dua raka’at di rumahnya”.
(HR. Muslim)

0 komentar:

Posting Komentar