“Keadaan paling dekat seorang hamba dari rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, maka perbanyak doa (di dalamnya).” (HR. Muslim)

Syi'ir Kelam




Ya Alloh...
Teramat besar pemberian Mu
Terlampau banyak limpahan karunia Mu
Jutaan nikmat tak henti Engkau berkahi
Dan tak terhitung Kau tlah ingatkan ku

Namun...
Kemunafikkan tlah menutup hati
Kesombongan butakan akal
Kebodohan jadikan diri penuh Ego

Duh Gusti ingkang maha Agung
Tidakkah Kau kasihan
Saksikan diri tanpa kendali
Terombang ambing lautan Nafsu
Terjatuh hanyut terseret kedurhakaan diri

Ya Ghofur...
Masih berartikah air mataku
Adakah celah terang
setitik harapan tuk kembali
Pada jalan ridha Mu

Aku...
Yang slalu lampaui batas
Kotor lisan laku
Beradu lawan syariat Mu
Fakir ilmu gelap pandang
Malu tlah hilang
Sirna kelana tak berbekas

Benci...
Benci pada diriku sendiri
Seperti tak ada kebaikan
Diriku begitu kotor
Cemar tak bernilai

Yaa Rahman...
Masihkah harap diri
Kau berkenan selamatkan
Beriku rahmat ampunan
Rengkuh aku dalam kehinaan
Terangi kelamku

Yaa Illahi...
Tak ada tempat terbaik
Jika bukan pada Mu
Tuk kelak ku kembali
Sebelum ku ketuk pintu itu
Sebelum pulangku
Ijinkan diri agungkan Engkau
Sempatkan ku bertaubat
Penuhi baktiku pada Mu
Ya Paduka


Penakluk al-Quds yang Wafat tanpa Meninggalkan Kuda, Tanah maupun Rumah Pribadi



Nama lengkapnya adalah al-Malik an-Nasir Shalahuddin Yusuf bin Ayyub bin Syadzi bin Marwan. Lahir di benteng Tirkit. Pada hari lahirnya, ia dan keluarganya harus pindah ke Mosul dan bekerja pada pemerintahan Imadudiin Zanki.

Shalahuddin memulai perjalanan hidupnya dengan menjadi pembantu pamannya yang bernama Syirkuh. Setelahnya, ia menjadi sekretaris Nuruddin Mahmud bin Zanki. Antara tahun 1163 M dan 1169 M, Shalahuddin menyertai ekspedisi militer ke Mesir sebanyak tiga kali bersama pamannya.

Akhirnya, pasukan tersebut berhasil menguasai lokasi itu. Ketika akhirnya Syirkuh wafat, tak lama kemudian Shalahuddin dipercaya untuk menggantikan kedudukannya. Dua tahun selepas memimpin, Shalahuddin menghapuskan Dinasti Fatimiyah.

Pada tahun 1174 Masehi, Nuruddin Zanki wafat. Ketika itu Shalahuddin merupakan emir yang paling kuat di wilayah Mesir, Suriah dan Mesopotamia. Secara bertahap, ia menyatukan wilayah-wilayah di sekitarnya dan kemudian mendirikan Dinasti Ayyubiyah.

Tiga belas tahun setelah wafatnya Zanki, tepatnya pada tahun 1187 Masehi, Shalahuddin dan pasukannya berhasil mengalahkan orang-orang Frank dalam Perang Hattin, merebut kembali al-Quds dan menguasai sebagian besar wilayah kekuasaan Frank.

Peristiwa inilah yang memicu terjadinya Perang Salib III. Dalam peperangan besar itu, ada tiga raja Eropa yang terlibat; Frederick Barbarossa (Jerman), Philip Augutus (Perancis) dan Richard the Lionheart (Inggris). Pada perang ini, orang-orang Frank berhasil merebut kembali wilayah pantai antara Acre dan Jaffa.

Meskipun, mereka tak berhasil merebut kembali wilayah al-Quds dan sebagian besar wilayah lainnya. Perang ini berakhir dengan perdamaian yang terjadi pada tahun 1192 Masehi. Setahun setelah itu, Jenderal Shalahuddin yang gagah berani menghembuskan nafas terakhirnya.

Beliau wafat pada hari Rabu, 27 Safar 589 Hijriyah bertepatan dengan 3 Maret 1193 Masehi. Didahului oleh demam yang semakin parah, beliau menghadap kepada Allah Swt tak lama setelah waktu Subuh hari itu.

Meski namanya harum nan dikenang sejarah dengan tinta emasnya, Shalahuddin wafat tanpa meninggalkan harta pribadi, kecuali satu keping dinar dan tiga puluh enam atau empat puluh dirham. Beliau tak meinggalkan kuda, tanah, maupun rumah pribadi.

Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menerima semua amal baik Shalahuddin dan memberikan kekuatan kepada kita untuk meneladaninya.