CURHATAN SEORANG UMAT KEPADA Gus Lukman (cicit / buyut) Mbah Sholeh Darat SEMARANG JAWA TENGAH TENTANG TRAGEDI KETERTOLAKANNYA CAPRES YANG DI DUKUNG KYAI DAN HABAIB DALAM MERAIH KURSI RI 1 DINEGRI KITA INI
BERIKUT KISAHNYA....
Usai jamaah sholat tarowih di masjid peninggalan Simbah Kyai Sholeh Darat, lalu tadarusan, belum lama ini, banyak jamaah laki2 datang ke masjid Darat. Mereka dari kawasan sekitar Semarang Utara. Demi ngalap berkah Mbah Sholeh, para jamaah yg akan mudik ke kampung mereka di Jatim (sebagian orang Madura), mereka rutin melakukan sholat tasbih di Masjid Darat pada jam 23.00 hingga dini hari menjelang sahur.
Nah, saat usai tadarus, biasa kumpul2 di serambi masjid. sekalian mbahas kepanitiaan haul. Obrolannya macem-macem. Termasuk soal politik. Khususnya Pilpres. Saya dan Gus Lukman (cicit / buyut) Mbah Sholeh Darat, ditanyai beberapa hal. Gus Lukman ini nama lengkapnya Lukman Hakim Saktiawan bin Kyai Ali bin Kyai Kholil bin Kyai Sholeh Darat.diantara pertanyaannya adalah :
1. Mengapa banyak kyai, habib dan gus yg mendukung Prabowo. Padahal Prabowo bukan orang baik. (ini pertanyaan mereka lho. sama sekali bukan sy yg membuatnya. Dan mereka bukanlah anggota atau simpatisan partai pendukung Jokowi.
2. Apa para kyai dan habib dan gus-gus itu tidak belajar di masa PIlgub DKI dulu. Bahwa saat itu barisan ulama dan habib ngeblok di Fauzi Bowo, dan saat itu sangat keras hantaman fitnah kepada Jokowi. Ketua FPI, Habib Rizieq Syihab sudah menuding Jokowi Kafir, Kristen, China dll. semua ulama mendoakan untuk kemenangan Fauzi Bowo alias FOke. Tapi nyatanya Jokowi yang menang.
Dua pertanyaan itu tentu sulit dijawab. Karena kalau dijawab akan menimbulkan kesan su'ul adab. Apa pantas saya maupun Gus Lukman menjawabnya? sedangkan kami ini, eh, saya ini, hanya gedibal amoh yang hina nista. Tak ada cara lain, pertanyaan itu kita ajukan ke Mbah Sholeh saja. Saya tentu tidak pantas mengatakan bahwa kami "berkomunikasi" dengan sang waliyulloh. Tak pantas pula jika kami mengatakan jawaban itu dari kitab2 karya Mbah Sholeh.
Tapi pada intinya, dzurriyyah Mbah Sholeh memberi jawaban begini :
1. Pra kyai, habib, gus, pastilah tidak mendukung berdasar nafsunya. Tidak mungkin pula karena ingin uang atau karena dibayar. Mereka dijamin Mbah SHoleh, orang2 yang tulus, ikhlas, zuhud, bahkan adalah para cucu murid mbah Sholeh sendiri yg beliau jamin sudah berada di level sufi.
Namun justru kebeningan hati mereka itulah yg menjadikan beliau-beliau itu selalu berhusnuddhon kepada siapapun. Mereka selalu mengukur orang lain seperti dirinya. Yaitu serba apik, bagus, mulia. Padahal ini soal politik. dan politik adalah penuh muslihat, tipu daya. As-siyasah hiyal muslihat. "Ingatlah sejarah Pangeran Diponegoro. Kurang apa perjuangan beliau. Kurang suci apa jihad fi sabilillah beliau. Belanda sangat kewalahan menghadapi perang Jawa yg dikobarkan sang Pangeran dari Jogja ini. karena seluruh kyai, ulama mendukung perjuangan Diponegoro. Belanda kehilangan 10 ribu pasukannya. Lantas, Belanda menggunakan taktik jitu. Diponegoro diajak berunding. Dikirimlah utusan yang fasih bicara soal agama. dan dengan lembah manah, si utusan bilang kalau Belanda ingin damai.
Tentu dengan bumbu2 yang sangat manis. Hati ulama sebening Diponegoro, trenyuh dan luluh. Beliau mengira Belanda benar2 ingin damai saja. menyerah dan tidak menjajah lagi. tidak mau perang lagi. Namun kita tahu, Belanda ternyata menipu. Begitu Siponegoro datang di tempat perundingan, beliau ditangkap. lalu dibuang ke Makassar dan wafat syahid di sana.
Jadi, Gus Lukman mengutip Gus Dur, para kyai yg tidak ahli politik, sebainya memang tidak menggunakan hatinya untuk iktu dalam percaturan politik. sebab politik itu sangat beda dengan kejernihan nurani para kyai. GUs Dur mengajak para ulama untuk jeli dalam strategi, cerdik dalam siyasah. tidak asal dukung-mendukung. Terus terang sy terpaksa membuka hal yg sebenarnya tidak nyaman dikatakan. Simbah Kyai SHoleh dHAWUH begini: para kyai itu sering kurang teliti dalam menerima informasi.
Bukan karena kurang ilmu, tetapi karena kebeningan hati mereka itu. yang karena terlalu baiknya, menganggap semua orang baik. sehingga informasi yg dibawa orang seseorang, diterimanya dan dianggap benar. Propaganda dari intelijen seperti model Belanda, diterima sebagai kebenaran. sekali lagi, ini bukan berarti para kyai tertipu. bukan Berarti para kyai mudah ditipu. BUKAN!. orang jujur itu harus pintar. jujur thok kalau tidak pintar, memang mudah dibujuk. tapi pintar thok tidak jujur jadinya jahat.
Mohon jangan disalahpahami kalimat ini. karena ini nilai universal.Nuwun sewu, mohon beribu maaf, beberapa kyai yg hanya membaca berita di koran, bahkan dari tabloid ilegal, bergitu mudah percaya dan terburu-buru menjatuhkan pilihan sesuai yg dikehendaki sumber berita. Ingatlah di zaman Gus Dur, banyak kyai membenci beliau, ada yang sampai mencaci maki Gus Dur, ikut dalam arus propagana orde baru yg begitu benci dengan NU dan Gus Dur, larut dalam permainan politik dan media, lalu para kyai itu ikut2an membenci Gus Dur. bahkan ada yg sampai mufaroqoh segala.
Tradisi tabayyun belum ada di kalangan mereka. nalar kritis belum ada di benak para kyai 2 itu. sekali lagi, bukan karena kebodohan atau ketidakpintaran. tetapi karena saking jujurnya mereka. saking beningnya hati mereka. saking tulusnya jiwa mereka. saking bersihnya perasaan mereka. Jadi di masa Pilpres kemarin ini, pengalaman buruk itu terulang.
Jokowi yg jelas2 menjadi murid Habib Syekh bin ABdul Qodir Assegaf, yg menjadi anggota aktif Jamaah Muji Rosul (Jamuro), yg membuat kota solo yg dulunya full wahabi menjadi semarak oleh kegiatan sholawat, justru tidak sampai ke telinga para kyai2 itu. yg sampai justru informasi sesat dan menyesatkan yg menyebut Jokowi kristen, china, kafir, bahkan komunis. Persis fitnah yg diterima Gus Dur dari kalangan wahabi (termasuk tuduhan syiah dan antek yahudi plus antek amerika) --yg anehnya-- diamini oleh kalangan aswaja. ini yg sangat disayangkan dzurriyyah Mbah Sholeh.
Sementara Prabowo yg jelas2 punya masalah di keluarganya, punya masalah di kesehatan jiwanya, kepribadiannya yg begitu rupa dan konon tidak lulus tes psikologi, justru tampak mulia di kalangan para kyai2 itu. semata karena ada propaganda begitu besar melalui berbagai cara. sy sambil menangis menulis ini. sungguh bukan dari pikiran saya, bukan dari nafsu kami di kampung Darat. ini adalah kesedihan Mbah Sholeh Darat melihat fenomena yg berulang itu.
Sudah jelas di masa Pilgub DKI dulu Jokowi difitnah serupa dan Gusti ALlah menunjukkan kuasanya. Bahwa Gusti Allah niku mboten ridho menawi wonten abdinipun disia-sia. dinganingaya. Allah tidak pernah ridho jika ada hamba-Nya yang dianiaya. disia-sia. didholimi begitu rupa dengan penuh angkara murka. hanya karena jabatan, ada hamba yang direndahkan, dihina, difitnah entek-entekan. Sungguh Gusti ALlah tidak ridho. Bahkan mungkin mbendhu (murka) pada pelakunya. atau orang2 yang ada di barisan pelaku aniaya itu.
2. Mengapa doa para kyai dan habib untuk Fauzi Bowo tidak manjur? Mengapa doa beliau2 yg mulia dan sangat ikhlas itu tidak mustajab untuk Prabowo? padahal jumlahnyA ratusan bahkan ribuan. Mengapa?
Gus Lukman sambil menahan air mata berkata, --yang saya tahu, itu dari "bisikan" kakek buyutnya. Begini, berapa ribupun barisan ulama dan habib berdoa untuk Fauzi Bowo, tidak akan ada artinya dibanding doa ibunda Jokowi. Ingatlah, sehari sebelum Pilgub DKI digelar, ratusan kyai dan habib berkumpul, istighotsah di rumah Fauzi Bowo.
Sementara Jokowi hanya bersimpuh di kaki ibunya dan memohon doa dari sang bunda. Mengutip sebuah hadis, Gus Lukman mengatakan: Doa ibu tidak bisa ditandingi 40 orang wali sekalipun. Ridho Allah berada di Ridho orang tua. murka Allah ada di murka orang tua. Dan Jokowi mendapat ridho dari ibunya. Ibu adalah penghubung seorang hamba dengan alam ruh.
Jadi, ekstremnya, menurut Sabda Nabi, jangan pernah mengangagap jika sudah didukung ratusan kyai dan habib, pasti akan diijabahi. Jangan pernah menganggap itu. Bisa2 kita melakukan syirik khofi karena yg demikian itu. Semulia apapun mereka, tetaplah hamba Allah. ridho Allah tidak tergantung mereka.-air mata saya masih meleleh menulis ini. waktu malam itu kami kumpul, juga sesunggukan berurai tangis. rasanya sangat lancang kami membahas para kyai, para habib panutan kita semua.
Tapi bagaimanapun umat menunggu jawaban dari gurunya para guru ulama ini. Husnuddhon saya, Mbah Sholeh sedang mengingatkan kita semua, agar ingat peristiwa seperti di masa Pilgub DKI itu. Lihatlah, menjelang coblosan Pilpres, Jokowi mengajak keluarganya umroh. Beliau sowan langsung ke makam Kanjeng Nabi, lalu berdoa di multazam, berdoa di raudhoh, di depan Ka'bah. Sementara ibu kandungnya yang telah hajjah, juga berdoa penuh khusyuk dalam puasanya, untuk kebaikan sang putra.
Bandingkan dengan Prabowo yang di masa tenang itu justru menggerakkan para pendukungnya untuk menyebar kampanye melalui media sosial, sms, BBM, dengan menyuruh mereka mengganti foto profilnya dengan gambar garuda merah. sungguh jauh beda caranya dalam spiritualitas. sungguh sedih para wali yang sudah wafat, termasuk Mbah Sholeh, melihat para cucu muridnya berada di barisan orang2 yg di masa sebelum Pilpres suka menista para ulama, suka menghina para kyai, suka memusuhi amalan ahlussunnah wal jamaah.
Bahkan yg lebih menyedihkan, para santri ini, ikut2an kalap memusuhi Jokowi dengan aneka tudingan dan fitnah. Minimal ghibah dan namimah. itu biasanya perbuatan kaum wahabi salafi takfiri, revivalis puritan radikal fundamentalis. bukan kaum aswaja yg punya logika, punya modal nalar luar biasa dan modal hati yg lapang dalam ilmu.
Maka tentu sekarang patut kita menunggu, berharap para kyai, habib, dan gus yg mendukung Prabowo untuk berbuat sesuatu. berkata sesuatu. dhawuh sesuatu, agar Prabowo jangan terus-terusan memecah belah umat ini. Jangan kalap begitu rupa. dulu tidak percaya quick count, bilang menunggu keputusan KPU, tapi mengklaim kemenangan dan bahkan menggelar syukuran.
Setelah KPU memutuskan melalui rekap yang terbuka, malah ditolak dan tidak diakui. Bersyukur kita, Pak Mahfud MD sudah siuman. sudah insyaf. Hatta Rajasa sepertinya juga sudah sadar akan sikap yg mesti diambil. yang baik2 sebagaimana ajaran para ulama. tinggal si Wowo, si tersangka KPK Mantan Menag SDA, dan si Ical yg masih jumawa untuk mengakui hasil Pemilu ini.
Klarifikasi sy ini berisi tentang kesedihan para jamaah di masjid Darat. Yaitu sedih, mengapa beberapa kyai dan habib kemarin terlanjur ada di kelompok yg itu. jadi bukan menuding beliau2 berbuat begitu. ini ada umat melihat para tokoh panutannya kok berada di sarang penyamun. itu saja. jadi sedih mereka, lalu bertanya ke tokoh yg dianggap berada "di atas" para kyai itu. maka datanglah ke Darat.
Oleh sebab itu saya mengajak kita semua mengambil hikmah dari almaghfurlah Gus Dur. Sekarang ini makam beliau tak pernah sepi dari peziarah. hampir setiap ada kegiatan ziarah walisongo, selalu mampir ziarah ke makam Gus Dur. Bahkan bisa dibilang makam beliau lebih ramai daripada kakek maupun abahnya. orang2 mencintai beliau dan ingat kebaikan2 beliau. Bahkan orang2 yg dulu pernah terbujuk propaganda dan informasi sesat, kini menyesal dan mengetahui bahwa Gus Dur adalah korban fitnah, korban aniaya politik. Dan biasanya memang orang itu semakin banyak dihujat, sedangkan dirinya sungguh bukan orang jahat, akan dicintai.
Tetapi kesadaran itu sering datang terlambat. terlebih setelah sang korban telah wafat. tetapi memang demikianlah cara Gusti Allah mengangkat derajat hambanya. orang2 yang dimuliakan, bisa saja dibuat mengalami penghinaan dari kalangan manusia. dibiarkan orang mengurangi dosanya dengan memfitnah dia, tetapi di masa wafatnya diberi tempat mulia di sisi-Nya. Dulu kita sangat mudah mengetahui ada tokoh anu, kyai fulan, ikut "salah faham" sehingga ikut2an memusuhi Gus Dur.
Tetapi karena memang beliau itu bukan asli penghujat, maka dibuka hatinya oleh Gusti Allah sehingga insyaf dan menyesali perbuatannnya lalu minta maaf ke Gus Dur dan kembali baik sebagaimana asli watak beliau. Bersyukurlah jika panjenengan punya pengalaman atau berkesempatan berjumpa dengan waliyulloh yang mastur. Yang tersembunyi, yang tidak tampak sebagai orang mulia. Jika ada orang yg memang secara kasat mata adalah orang mulia, tentu sudah pasti Anda, saya, kita semua, hormat padanya. memuliakannya. mencium tangannya, meminta doanya, memohon barokahnya. Itu normal. Dan kita tentu tidak akan berpikiran buruk sedikitpun akan tindakan atau ucapan beliau, hingga kita pun memanggilnya habibina, syaikhuna, murobbi ruhina, dan lain sebagainya.
Namun jika panjenengan bertemu dengan orang yg tampak hina, gembel, lontang-lantung tak karuan, penampilannya kumuh, wajah ndeso, wajah tidak teduh, bahkan mungkin terkesan "bukan orang beriman", tentu secara normal pikiran kita akan mendorong kita untuk bersikap biasa saja padanya. Bahkan mungkin menjauh, menghinar atau jijik padanya. Ini jelas normal, karena otak kita dikendalikan oleh panca indera, dan hati kita berisi informasi yg sudah terekam dalam alam bawah sadar, bahwa orang mulia adalah yg tercermin atau termanifestaasi dari penampilannya.
Maka tidak salah, tidak keliru, tidak buruk, tidak jahat, Jika kita manut pada orang2 yg kita hormati dan kita muliakan itu. kita ikut apa yg beliau ikuti, kita pilih apa yg beliau pilih, manut apa yg beliau anut, melakukan apa yg beliau perbuat. itu sungguh benar, tepat dan sudah semestinya. sy yg merasa santri pun berbuat demikian. Karena ini adalah tuntunan kita selaku murid, dan kewajiban murid adalah mengikuti apa langkah sang guru.
Demikian pula, tidak salah, tidak keliru, tidak buruk, apabila kita tidak setuju, tidak rela, tidak sepakat, kepada tindakan yang buruk, yang menghalalkan segala cara, termasuk fitnah dan sebagainya. Itu tentu sesuai dengan jiwa kita yang telah diisi iman. maka ketika ada hamba yang didholimi sedemikian rupa, dianiaya begitu dahsyatnya, datanglah panggilan jiwa yg namanya pembelaan. Saya mewawancarai beberapa kyai yg menerbitkan Tabloid Obor Rohamatn Lil Alamin dan tabloid Al-Mihrob, termasuk mendengar dhawuh KH Hasyim Muzadi, bahwa tindakan mereka mendukung Jokowi adalah karena pembelaan dari hati nurani mereka. karena tidak rela wahabi yg dholim akan berkuasa. tidak rela ada hamba yg baik dan tidak terbukti buruk difitnah begitu rupa. itu adalah panggilan ruhaniyyah bagi seorang ulama yg selalu melihat umat dengan pandangan kashi sayang. yandhurunal umah biainir rohmah.
Sebagai penutup, dzurriyah Mbah Sholeh Darat berpesan, di manapun engkau berada, dalam situasi apapun engkau ada, dengan siapapun engkau bersua, jangan pernah kehilangan akal sehat, jangan pernah kehilangan nalar tawazun. selalulah berimbang. jangan pernah menerima informasi mentah dari satu pihak. Selalulah dengar dari pihak lain. Jangan pernah memutuskan sesuatu hanya karena tampak orang banyak telah memilihnya. Selalulah ingat bahwa setiap kebenaran awalnya ditolak. setiap dakwah awalnya dibantah. setiap kebaikan awalnya dikesampingkan. setiap kemuliaan awalnya dicampakkan.
Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal karena hanya bermodal kejujuran dan ketulusan hati. kejujuran dan ketulusan hati itu sangat bagus dan harus digenggam erat. tetapi dalam sebuah kondisi terntentu, engkau harus tahu siyasah, harus cerdik, harus pintar, harus pandai, harus bisa "mementahkan tipu daya dengan ilmu tipudaya".
Jangan ulangi pengalaman Pangeran Diponegoro. Terlalu mahal harga yg harus dibayar untuk sebuah ketulusan yang dimanfaatkan dan dimanupulasi lawan. terlalu besar madhorot yg diderita umat akibat keikhlasan hati dan ketulusan budi yg dieksploitasi orang jahat untuk kepentingan nafsu mereka. sekian.
Mohon sekali lagi sy dimaafkan. ini sebatas upaya menyampaikan apa yg saya bisa tuliskan dari interaksi dengan umat dan panutan mereka.
disadurkan lagi oleh : Damai Aceh (Singa Aswaja)
Sumber : https://www.facebook.com/notes/298720156976948